Senin, 25 April 2011

CARA BERCERITA /MENDONGENG

Ada suatu ungkapan yang berbunyi ”Seorang Guru yang tidak bisa bercerita, ibarat orang yang hidup tanpa kepala”. Betapa tidak, bagi para pengasuh anak-anak (guru, tutor) keahian bercerita merupakan salah satu kemampuan yang wajib dikuasai. Melalui metode bercerita inilah para pengasuh mampu menularkan pengetahuan dan menanamkan nilai budi pekerti luhur secara efektif, dan anak-anak menerimanya dengan senang hati.
Pada saat ini begitu banyak cerita yang tersebar, namun masih jarang tulisan dari para praktisi ahli cerita , yang mampu mengarahkan secara khusus untuk ditujukan kepada anak-anak usia dini, sehingga penceritaan yang disampaikan kurang mengena. Apalagi model cerita yang secara khusus didasarkan pada material kurikulum pengajaran di TPA/KB/RA/BA/TK yang berlaku. Padahal panduan praktis semacam ini sangat dibutuhkan oleh tenaga pendidik di seluruh Nusantara. Pada umumnya mereka masih terbatas pengetahuannya tentang metode bercerita.

Tulisan ini kami susun dengan maksud agar menjadi salah satu bahan pengayaan ketrampilan mendidik anak, bagi para pendidik anak usia dini dalam kegiatan kepengasuhan yang mereka lakukan .
Di Inggris konon pernah diadakan penyebaran angket kepada orang-orang dewasa. Kepada mereka ditanyakan pada saat apa mereka benar-benar merasa bahagia di masa kanak-kanak dulu. Jawaban mereka : “Pada saat orang tua mereka membacakan buku atau Cerita” Apabila pertanyaan yang sama diajukan kepada orang-orang dewasa di Indonesia, kiranya jawaban tak akan jauh berbeda. Bahkan, khusus mengenai cerita, sampai orang dewasapun masih tetap menggemarinya. Tengoklah obrolan kita juga akan semakin ‘renyah’ bila kita saling bercerita dengan penuh semangat. Cerita memang ‘gurih’. Semua orang tak pandang usia, menyukainya.
Bercerita adalah metode komunikasi universal yang sangat berpengaruh kepada jiwa manusia. Bahkan dalam teks Al Qur’an banyak berisi cerita-cerita. Allah  mendidik jiwa manusia menuju keimanan dan kebersihan rohani, dengan mengajak manusia berfikir dan merenung, menghayati dan meresapi pesan-pesan moral yang terdapat dalam Al Qur’an, Allah  mengetahui akan jiwa manusia, mengetuk hati manusia antara lain dengan cerita-cerita. Karena metode ini sangat efektif untuk mempengaruhi jiwa anak-anak.

Mengapa metode cerita ini efektif ? jawabannya tidak sulit. Pertama, cerita pada umumnya lebih berkesan daripada nasehat murni, sehingga pada umumnya cerita terekam jauh lebih kuat dalam memori manusia. Cerita-cerita yang kita dengar dimasa kecil masih bisa kita ingat secara utuh selama berpuluh-puluh tahun kemudian. Kedua, melalui cerita manuasi diajar untuk mengambil hikmah tanpa merasa digurui. Memang harus diakui, sering kali hati kita tidak merasa nyaman bila harus diceramahi dengan segerobak nasehat yang berkepanjangan.

Pengertian Cerita, Dongeng dan Metode Bercerita
Cerita adalah rangkaian peristiwa yang disampaikan, baik berasal dari kejadian nyata (non fiksi) ataupun tidak nyata (fiksi).Kata Dongeng berarti cerita rekaan/tidak nyata/fiksi, seperti: fabel (binatang dan benda mati), sage (cerita petualangan), hikayat (cerita rakyat), legenda (asal usul), mythe (dewa-dewi, peri, roh halus), ephos (cerita besar; Mahabharata, Ramayana, saur sepuh, tutr tinular). Jadi kesimpulannya adalah “Dongeng adalah cerita, namun cerita belum tentu dongeng”.
Metode Bercerita berarti penyampaian cerita dengan cara bertutur. Yang membedakan anatara bercerita dengan metode penyampaian cerita lain adalah lebih menonjol aspek teknis penceritaan lainnya. Sebagaimana phantomin yang lebih menonjolkan gerak dan mimik, operet yang lebih menonjolkan musik dan nyanyian, puisi dan deklamasi yang lebih menonjolkan syair, sandiwara yang lebih menonjol pada permainan peran oleh para pelakunya, atau monolog (teater tunggal) yang mengoptimalkan semuanya. Jadi tegasnya metode bercerita lebih menonjolkan penuturan lisan materi cerita dibandingkan aspek teknis yang lainnya.

Manfaat Cerita
Menurut para ahli pendidikan, bercerita kepada anak-anak memiliki beberapa fungsi yang amat penting, yaitu:
1.Membangun kedekatan emosional antara pendidik dengan anak
2. Media penyampai pesan/nilai moral dan agama yang efektif
3. Pendidikan imajinasi/fantasi
4. Menyalurkan dan mengembangkan emosi
5. Membantu proses peniruan perbuatan baik tokoh dalam cerita
6.Memberikan dan memperkaya pengalaman batin
7. Sarana Hiburan dan penarik perhatian
8. Menggugah minat baca
9. Sarana membangun watak mulia

BERCERITA UNTUK ANAK USIA DINI
Sebelum bercerita, pendidik harus memahami terlebih dahulu tentang cerita apa yang hendak disampaikannya, tentu saja disesuaikan dengan karakteristik anak-anak usia dini. Agar dapat bercerita dengan tepat, pendidik harus mempertimbangkan materi ceritanya. Pemilihan cerita antara lain ditentukan oleh :

Pemilihan Tema dan judul yang tepat
Bagaimana cara memilih tema cerita yang tepat berdasarkan usia anak? Seorang pakar psikologi pendidikan bernama Charles Buhler mengatakan bahwa anak hidup dalam alam khayal. Anak-anak menyukai hal-hal yang fantastis, aneh, yang membuat imajinasinya “menari-nari”. Bagi anak-anak, hal-hal yang menarik, berbeda pada setiap tingkat usia, misalnya;
  • Sampai ada usia 4 tahun, anak menyukai dongeng fabel dan horor, seperti: Si wortel, Tomat yang Hebat, Anak ayam yang Manja, kambing Gunung dan Kambing Gibas, anak nakal tersesat di hutan rimba, cerita nenek sihir, orang jahat, raksasa yang menyeramkan dan sebagainya.
  • Pada usia 4-8 tahun, anak-anak menyukai dongeng jenaka, tokoh pahlawan/hero dan kisah tentang kecerdikan, seperti; Perjalanan ke planet Biru, Robot pintar, Anak yang rakus dan sebagainya
  • Pada usia 8-12 tahun, anak-anak menyukai dongeng petualangan fantastis rasional (sage), seperti: Persahabatan si Pintar dan si Pikun, Karni Juara menyanyi dan sebagainya
Waktu Penyajian
Dengan mempertimbangkan daya pikir, kemampuan bahasa, rentang konsentrasi dan daya tangkap anak, maka para ahli dongeng menyimpulkan sebagai berikut;
•    Sampai usia 4 tahun, waktu cerita hingga 7 menit
•    Usia 4-8 tahun, waktu cerita hingga 10 -15 menit
•    Usia 8-12 tahun, waktu cerita hingga 25 menit
Namun tidak menutup kemungkinan waktu bercerita menjadi lebih panjang, apabila tingkat konsentrasi dan daya tangkap anak dirangsang oleh penampilan pencerita yang sangat baik, atraktif, komunikatif dan humoris.
Suasana (situasi dan kondisi)
Suasana disesuaikan dengan acara/peristiwa yang sedang atau akan berlangsung, seperti acara kegiatan keagamaan, hari besar nasional, ulang tahun, pisah sambut anak didik, peluncuran produk, pengenalan profesi, program sosial dan lain-lain, akan berbeda jenis dan materi ceritanya. Pendidik dituntut untuk memperkaya diri dengan materi cerita yang disesuaikan dengan suasana. Jadi selaras materi cerita dengan acara yang diselenggarakan, bukan satu atau beberapa cerita untuk segala suasana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar